Biografi Hasri Ainun besari

 dr.hj.Hasri Ainun Besari (11 Agustus 1937 – 22 Mei 2010), atau biasa dipanggil Hasri Ainun Habibie, adalah Istri dari Presiden Indonesia Ketiga, BJ. Habibie. Ia menjadi Ibu Negara Indonesia ketiga dari tahun 1998 hingga tahun 1999.[1]

dr. Hj.

Hasri Ainun Habibie

Ibu Negara Indonesia ke-3

Masa jabatan

13 Mei 1998 – 20 Oktober 1999

Presiden

B. J. Habibie

Pendahulu

Siti Hartinah Soeharto

Pengganti

Sinta Nuriyah Wahid

Istri Wakil Presiden Indonesia ke-7

Masa jabatan

11 Maret 1998 – 21 Mei 1998

Wakil Presiden

B. J. Habibie

Pendahulu

Tuti Sutiawati Sutrisno

Pengganti

Taufiq Kiemas

Informasi pribadi

Lahir

Hasri Ainun Besari

11 Agustus 1937

Semarang, Jawa Tengah, Hindia Belanda

Meninggal

22 Mei 2010 (umur 72)

Rumah Sakit Universitas Ludwig Maximilian München, München, Bayern, Jerman

Sebab kematian

Kanker ovarium

Kebangsaan

Indonesia

Jerman (kehormatan)

Suami/istri

B. J. Habibie ​(m. 1962)​

Anak

IlhamThareq

Orang tua

Mohamad Besari (ayah)

Sadarmi Besari (ibu)

Alma mater

Universitas Indonesia

Profesi

Dokter

Atas dedikasi beliau yang sangat tinggi bagi dunia kesehatan (khususnya dalam penanganan penyakit mata di Indonesia), maka Pemerintah Provinsi Gorontalo pada tahun 2013 berinisiasi membangun dan meresmikan Rumah Sakit Provinsi dr. Hasri Ainun Habibie di Limboto, Kabupaten Gorontalo.

Saat ini, Rumah Sakit Ainun Habibie sedang dikembangkan menjadi Rumah Sakit Pendidikan[3] bagi Universitas Negeri Gorontalo dan Rumah Sakit Rujukan bagi daerah-daerah di wilayah Teluk Tomini yang meliputi Provinsi Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Sulawesi Tengah.Hasri Ainun Besari adalah anak keempat dari delapan bersaudara R. Mohamad Besari dan istrinya, Sadarmi. Arti nama Hasri Ainun adalah mata yang indah. Ia mendapatkan gelar dokter dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada tahun 1961 dan bekerja di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Ibunya yang bernama Sadarmi Besari (dikenal juga sebagai Sadarmi Sosrowijoto) lahir di Surakarta pada 14/17 Juni 1906 dan meninggal dunia pada 13 April 2005 di Bandung, Jawa Barat.Ainun menyelesaikan pendidikan dasarnya di Bandung. Ia melanjutkan pendidikan di SLTP dan SLTA yang juga di Bkota yang sama. Sekolahnya di LSTP bersebelahan dengan sekolah B.J. Habibie yang kemudian menjadi suaminya. Bahkan saat di LSTA mereka belajar di sekolah yang sama. Hanya saja Habibie menjadi kakak kelasnya. Setelah menamatkan pendidikan SLTA, ia merantau ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikan. Ainun mengambil Fakultas Kedokteran di Universitas Indonesia, Jakarta. Ia lulus sebagai dokter pada tahun 1961.Berbekal ijazah kedokteran dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tersebut, Ainun Habibie diterima bekerja di rumah sakit CiptoMangunkusumo, Jakarta. Di RSCM Ainun bekerja di bagian perawatan anak-anak.(1/6)7h

Ternyata cinta Ainun dan Hanibie sudah bersemi sejak mereka remaja. Habibie dan Ainun berpisah cukup lama setelah lulus SMA, Habibie melanjutkan pendidikan nya ke ITB Bandung, namun tak sempat selesai Habibie dikirimkan oleh orang tuanya untuk melanjutkan pendidikan nya diluar negri. Ia masuk ke universitas Technische Hochscheule di kota Achen, Jerman.Ainun disunting oleh BJ Habibie menjadi istrinya pada tanggal 12 Mei 1962. Mereka menghabiskan bulan madu di tiga kota. Kaliurang, Yogyakarta, dilanjutkan ke Bali lalu diakhiri di Ujung Pandang, daerah asal B. J. Habibie. Dari pernikahan ini mereka dikaruniai dua orang putra; llham Akbar dan Thareq Kemal dan enam orang cucu. Namun demikian dalam penganugerahan gelar Doktor kehormatankepadanya oleh Universitas Indonesia, Habibie mengatakan kalau ia punya cucu ribuan jumlahnya: “Saya mau garis bawahi. Di usia saya yang 74 tahun ini, anak biologis saya cuma dua. Cucu biologis saya hanya enam. Tetapi anak cucu intelektual saya ribuan jumlahnya.” Tentu saja yang dimaksudkan Habibie adalah mahasiswanya yang tersebar di berbagai belahan dunia.

Setelah menikah Ainun ikut dengan Habibie yang harus menyelesaikan pendidikan doktoralnya di Jerman. Kehidupan awal di sana dilalui dengan perjuangan yang luar biasa. Setidaknya ia harus bersabar dengan pendapatan yang teramat kecil dari beasiswaHabibie. Namun dengan tekun dan sabar ia tetap menyertai Habibie. Bahkan untuk menghemat ia menjahit sendiri keperluan pakaian bayi yang dikandungnya. Dan disanalah ia mengandung dua putranya, melahirkan dan membesarkannya.

Komentar